sekilas aset tetap

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh Alfiadi
Kamis, 04 Juli 2013 10:05:30 Klik: 3809

Aset Tetap, Akun Paling Signifikan dan Material Dalam Neraca

By. Al. pdg

PERBEDAAN KARAKTERISTIK

 
      
Pengurusan Uang                                                Pengurusan Barang

}  Satu Tahun Anggaran                                   - Menerus sampai dihapus

}  Macam yang diurus sedikit                         - Macam/jenis yg diurus banyak

}  Nilainya relatif kecil                                       - Nilai relatif besar

}  Banyak yang berminat                                 - Sedikit yg berminat

}  Fas,perhat, uang oke,………..Yessss       - Fasilitas, Perhatian kurang... (No...)

 

Berbicara mengenai aset tetap, sebenarnya sangat luas yang bisa kita jadikan sebagai bahasan. Sejak memetakan jumlah, nilai dan kondisi aset tetap yang telah dipunyai, merencanakan kebutuhan sesuai prioritas, melaksanakan pengadaan barang, penilaian, distribusi dan pemanfaatan, penatausahaan (administrasi dan pelaporan), sampai dengan penghapusan aset.

Karena nilainya yang sangat signifikan dalam neraca, mencapai lebih dari 65% dari total nilai neraca, menjadikan aset tetap hal yang material dan menentukan suatu K/L/D memperoleh opini WTP dari BPK. Beberapa daerah gagal memperoleh opini WTP bahkan ada yang sampai mendapat opini disclaimerkarena aset tetapnyanya tidak terkelola dengan baik dan diragukan validitas nilainya dalam neraca. Mulai dari tidak tertib administrasi, tidak ada bukti dukung kepemilikan, tidak bisa tertelusuri pencatatannya sampai dengan aset tetap fiktif yaitu ada tidak ada fisik asetnya namun dicantumkan dalam neraca.

Upaya-upaya perbaikan dalam pengelolaan aset tetap mutlak dilakukan apabila ingin meningkatkan performa neraca sehingga mendapatkan opini WTP dari BPK. Jika dipilah sebenarnya hanya ada dua upaya besar yang harus dilakukan yaitu: dari sisi manajemen dan dari sisi personil pengelola barang itu sendiri.

Dari sisi manajemen ada beberapa hal penting dan mendasar yang harus dilakukan antara lain merubah pendapat/cara pandang (mindset) bahwa pengelolaan barang tidak sepenting pengelolaan uang. Hal ini terlihat pada penghargaan terhadap pengelola barang yang tidak sebaik terhadap pengelola uang baik pendapatan maupun belanja. Dampaknya, penunjukan pengelola barang kadang dilakukan sekedarnya dalam arti tidak betul-betul dilihat kompetensi dan integritas personilnya seperti halnya dalam penunjukan pengelola uang (bendahara). Keadaan ini bertambah parah dengan kurang diperhatikannya ketugasan pengelola barang oleh pimpinan atau atasan langsungnya, yang antara lain ditunjukkan dengan tidak berjalannya pemeriksaan oleh atasan langsung secara berkala. Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik  Daerah, minimal dilakukan setiap 6 bulan sekali.

Persoalan lain atas ketidaktertiban pengelolaan aset tetap, yaitu masih adanya egoisme ketugasan dan faktor psikologis staf terhadap pejabat. Sudah jamak terjadi bahwa pada setiap pengadaan/pembelanjaan barang yang paling tahu riil nilai dan fisik barangnya adalah pejabat pengadaan atau bahkan bendaharanya sendiri, Pengelola barang sering tidak diajak koordinasi pada saat penerimaan barang atau lebih parah lagi barang yang diadakan tidak dilaporkan untuk dilakukan pengadministrasian sesuai ketentuan. Dokumen anggaran tidak diketahui oleh pengelola barang juga menjadi hal yang biasa, karena masih ada beberapa pendapat bahwa dokumen anggaran merupakan dokumen rahasia keuangan sehingga hanya pejabat tertentu saja yang boleh mengetahui. Posisi pengelola barang yang hanya seorang staf  kadang menjadi kendala psikologis dengan ketidakberaniannya untuk menanyakan tentang pengadaan barang  pada Pejabat Pengadaan atau PPK. Sehingga pengelola barang seringkali bersifat pasif menunggu jika ada yang melaporkan pengadaan atau menyerahkan barang baru kemudian bergerak untuk mengadministrasikan sesuai ketentuan.

Dalam hal ini peran pimpinan menjadi sangat penting, karena bagaimanapun pimpinan pasti akan menentukan bagaimana suatu organisasi dapat berjalan dengan baik. Perlunya perubahan cara pandang (mindset) seorang pimpinan terhadap pengelolaan aset tetap mutlak diperlukan. Sudah saatnya para pimpinan tidak lagi abai terhadap pengelolaan barang, karena pertanggungjawaban aset tetap akan melekat bertahun-tahun sebelum adanya penghapusan barang. Hal ini berbeda dengan pertanggungjawaban keuangan yang hanya berlaku pertahun anggaran. Peran Sekretaris atau Kepala Bagian Tata Usaha tidak kalah pentingnya dalam mengkoordinasikan antara pengelola barang yang biasanya berada di bawah Kepala Sub Bagian Umum dan bendahara maupun pelaksana akuntansi yang biasanya berada di bawah Kepala Sub Bagian Keuangan, agar segala informasi dan administrasi terkait pengelolaan barang dapat berjalan dengan baik.

Dari sisi personil pengelola barang biasanya yang terjadi adalah ketidaktertiban dalam penatausahaan barang. Administrasi yang seharusnya dilakukan secara teratur seperti pencatatan dalam Buku Penerimaan Barang, Buku Pengeluaran Barang, Kartu Inventaris Barang, Kartu Inventaris Ruangan dan lainnya tidak dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Di samping kurangnya perhatian dari Atasan Langsung dalam hal ini Kepala SKPD/Unit Kerja dalam hal  kinerja bawahannya, juga adanya keterbatasan personil seperti kurangnya pemahaman terhadap peraturan yang berlaku dan kurangnya kompetensi personil.

Perbaikan pengelolaan aset tetap milik daerah akan berjalan dengan baik apabila diawali dengan pelaksanaan sensus barang. Apabila dilaksanakan secara optimal, dari hasil sensus akan diketahui peta kepemilikan aset tetap/ barang daerah tersebut. Aset tetap/ barang daerah yang belum teradministrasikan, belum diketahui nilai perolehannya, belum jelas status kepemilikannya, dan atau penggunanya dan lain sebagainya akan terselesaikan permasalahannya apabila sensus barang terlaksana dengan tuntas. Dari hasil sensus baru dapat dilakukan pembenahan administrasi. Jika masih ada barang yang tidak diketahui nilai perolehannya perlu dilakukan penilaian secara profesional, jika perlu ditunjuk Tim Apraisal. Setelah semua barang/aset tetap  jelas status dan nilai perolehannya serta tertib administrasi pendukungnya baru kita bisa bicara nilai penyusutan aset tetap sebagaimana yang diatur dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.  Jadi sepanjang pengelolaan barang belum tertib jangan berharap bisa  bicara penyusutan aset tetap dalam neraca. Akan lebih mudah jika pengelolaan barang telah didukung dengan Sistem Informasi Barang Daerah, sehingga dapat meringankan kerja pengelola barang.

Untuk perbaikan pengelolaan barang/aset daerah yang jelas perlu komitmen semua pihak, baik pimpinan, pengelola barang maupun pejabat atau staf lain yang terkait dengan aset tetap, dari sejak barang/ aset tetap itu  diadakan, dikelola hingga dihapuskan.

Tulisan ini setidaknya merupakan gambaran best practise yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Kota Padang dalam membenahi pengelolaan barang/ aset daerah, sehingga bisa mendorong LKPD meraih opini WTP dari BPK. 

Salam Optimis.

 

 

Sekilas Permasalahan Aset Tetap dan Pengaruhnya Terhadap Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Oleh : Al pdg

Aset tetap masih merupakan akun yang dikecualikan atau dianggap tidak wajar dalam opini laporan keuangan pemerintah daerah (pemda). Hal ini tidak terlepas dari banyaknya permasalahan aset tetap yang dihadapi pemda.  Beberapa contoh permasalahan aset tetap yang sering dijumpai pada pemda antara lain:

  1. Pemda tidak melakukan kapitalisasi terhadap biaya-biaya yang sebenarnya menambah harga perolehan aset tetap. Hal ini terkait kesalahan penganggaran seperti belanja yang seharusnya dianggarkan pada belanja modal tapi dianggarkan pada belanja barang dan jasa atau belanja pegawai.
  2. Penilaian aset tetap, pengungkapan nilai aset tetap tidak lengkap dan memadai,yaitu aset tetap tidak didukung rincian aset, pengklasifikasian aset tetap tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
  3. Pengamanan aset tetap yang tidak memadai baik secara fisik maupun  secara administrasi termasuk di antaranya masalah bukti kepemilikan.
  4. Aset tetap pada sekolah-sekolah banyak yang belum tercatat.
  5. Aset tetap dari Pemerintah Pusat (Ex.Kanwil) yang diserahkan kepada pemerintah daerah  tidak didukung rincian yang informatif dan tidak disertai bukti kepemilikan.

Dari semua contoh permasalahan aset di atas barangkali tidak semuanya berpengaruh terhadap opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), begitu juga dengan permasalahan lainnya yang terkait aset tetap.Permasalahan aset tetap dapat mempengaruhi opini apabila ada kondisi terjadi pembatasan lingkup audit atau kecukupan bukti. Kondisi lainnya adalah terjadinya penyimpangan dari prinsip akuntansi atau salah saji.Kondisi-kondisi ini harus dikaitkan dengan tingkat materialitas akun aset tetap dan dampaknya terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.

Berikut disajikan contoh usulan pertimbangan opini atas LKPD Pemerintah Kota Padang Tahun Anggaran 2011  penetapan Materialitas Tingkat Laporan Keuangan atau Planning Materiality (PM) = 2,38% dari Realisasi Belanja Tahun Anggaran 2011 ( 2,38% x Rp647 milyar = Rp15.398.600.000,00). Batas akun signifikan adalah 50% dari PM. Akun yang berdampak pada opini adalah aset tetap tanah  dan belanja modal.

Terdapat aset tetap tanah senilai Rp67 milyar yang tidak dilengkapi bukti kepemilikan pada tanah kompleks perkantoran Pemerintah Kota Padang, selain itu tanah tersebut dalam sengketa dengan masyarakat sekitarnya. Pihak BPN menyatakan tidak ada bukti kuat yang dimiliki Pemerintah Kota Padang, sedangkan masyarakat memiliki sertifikat atas tanah tersebut.Aset tanah yang bermasalah ini nilainya material dan signifikan karena melebihi 50% PM sehingga berakibat pembatasan lingkup bagi auditor (auditor tidak dapat melakukan penilaian lebih lanjut karena pemerintah daerah tidak mempunyai bukti kepemilikan tanah dan tanah tersebut dalam sengketa dengan masyarakat) dan mempengaruhi opini.  Sedangkan untuk akun belanja modal terdapat kesalahan penganggaran yang mestinya merupakan belanja barang dan jasa senilai Rp12,6 milyar. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tidak dapat dikoreksi dan nilai kesalahan penganggaran ini melebihi batas materialitas  yang dapat ditolerir (hasil perhitungan tolerable error untuk belanja modal adalah sebesar Rp1,7 milyar) sehingga mempengaruhi opini karena terdapat misstatement (belanja modal terlalu tinggi senilai Rp12,6 milyar dan belanja barang dan jasa terlalu rendah Rp12,6 milyar) yang tidak sesuai Standar Akuntasi Pemerintah (SAP).

Hasil dari penentuan opini ini adalah LKPD Pemerintah Kota Padang Tahun Anggaran 2011 dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian dengan alasan adanya pengecualian berupa pembatasan lingkup pada aset tetap dan misstatement pada belanja modal.

Selain permasalahan penganggaran terkait aset tetap, aset tetap yang tidak memiliki atau tidak didukung rincian aset tetap serta aset tetap tanpa bukti kepemilikan, permasalahan aset tetap lainnya yang dapat mempengaruhi opini laporan keuangan daerah antara lain :

  • Aset tetap yang tidak mencantumkan nilai atau hanya dinilai Rp1.

Pemerintah daerah kadang kesulitan mencantumkan berapa nilai wajar suatu aset tetap sehingga aset tetap tersebut hanya dicatat di Kartu Inventaris Barang (KIB) tanpa adanya nilai atau hanya dinilai Rp1 saja. Misalkan ada aset tanah ratusan hektar yang tercatat di KIB tanpa ada nilai nominalnya atau hanya dinilai Rp1 per bidang tanah padahal tanah tersebut berada di kawasan yang harga tanahnya tinggi. Hal ini akan membuat auditor meragukan kewajaran nilai tanah yang tercantum di neraca. Memang ada kemungkinan sebelumnya diberikan nilai Rp1 agar aset tetap masih tercatat, sementara harga perolehannya yang wajar belum diketahui. Namun kadang pemerintah daerah berhenti pada nilai Rp1 itu saja tanpa melakukan penilaian kembali untuk mendapatkan nilai yang semestinya.

  • Aset tetap tidak dapat ditelusuri dan tidak diketahui keberadaannya.

Dari reviu terhadap KIB yang dibuat SKPD, kadang auditor menemukan adanya aset tetap yang spesifikasi dan letaknya atau pemegangnya tidak dijelaskan atau tidak dicantumkan dalam KIB. Sebagai contoh untuk KIB A mengenai tanah tidak dicantumkan berapa luasnya dan tidak diketahui di mana letaknya, untuk KIB B mengenai peralatan dan mesin tidak dicantumkan nomor polisi kendaraan bermotor, berapa nomor mesin atau nomor rangkanya serta siapa yang menguasai kendaraan tersebut. Untuk KIB C mengenai gedung dan bangunan tidak dicantumkan berapa luas bangunan yang dimaksud, di mana letaknya dan bagaimana kondisinya. Untuk KIB D, misalnya tidak dicantumkan di mana letaknya secara jelas dan berapa panjang ruas jalan milik pemerintah daerah. Kondisi ini menghambat auditor untuk menelusuri keberadaan aset tetap tersebut. Apabila bukti-bukti pendukung masih ada, memungkinkan  auditor menempuh prosedur untuk melakukan pengujian terhadap kondisi ini, yaitu dengan melihat bukti kepemilikan tanah, surat tanda nomor kendaraan (stnk) atau bukti pemilikan kendaraan bermotor (bpkb), ijin mendirikan bangunan (imb) atau kontrak pembuatan gedung atau jalan tersebut. Setelah itu auditor dapat melakukan  cek fisik terhadap aset tetap yang dimaksud untuk membuktikan keberadaan dan kondisinya. Hanya saja, ada kemungkinan bukti-bukti pendukung yang dimaksud ternyata tidak ada sehingga aset tetap tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Contoh kasus : kendaraan bermotor yang dipinjam mantan anggota DPRD, tidak ada bukti pinjam pakai, tidak ada pencatatan kendaraan dengan nomor polisi sekian dipinjam oleh mantan anggota DPRD bernama siapa sehingga tidak diketahui siapa yang bertanggungjawab jika aset tetap yang dipinjam hilang atau rusak. Parahnya lagi jika stnk dan bpkb serta kendaraan tersebut tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya.

  • Temuan terkait aset tetap tidak ditindaklanjuti.

Apabila temuan terkait aset tetap tahun lalu belum ditindaklanjuti pihak pemerintah daerah pada tahun sekarang atau tindaklanjutnya belum sesuai dengan rekomendasi, maka auditor akan memunculkan kembali temuan tersebut ke dalam temuan tahun sekarang. Hal ini dapat mempengaruhi opini apabila temuan yang tidak ditindaklanjuti tersebut ternyata pada tahun lalu berpengaruh terhadap opini. Sebaliknya apabila temuan tersebut telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi maka temuan tersebut tidak akan dimunculkan kembali di tahun sekarang. Contohnya, dinas kesehatan Kota Padang melakukan  pengadaan alat kesehatan pada tahun X. Hasil pengadaan diserahkan kepada RSUD dan puskesmas. Auditor melakukan cek fisik dan menyimpulkan dari pengadaan itu terdapat aset tetap peralatan dan mesin sebesar Rp27 milyar yang tidak dirinci per jenis barang.Nilai aset sebesar Rp27 milyar tersebut dicatat berdasarkan nilai kontrak dan bukan pada jenis barang masing-masing yang terdapat pada RAB. Berdasarkan RAB diketahui bahwa tidak semua jenis barang dapat dikategorikan sebagai aset tetap. Terdapat sebagian barang yang tidak mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan atau bersifat pakai habis yang tidak seharusnya dicatat sebagai aset tetap. Pemeriksaan terhadap dokumen Bendahara Barang Dinas Kesehatan diketahui bahwa berita acara serah barang ke dari Dinas Kesehatan ke RSUD dan puskesmas-puskesmas tidak tersedia secara lengkap. Kondisi tersebut mengakibatkan aset tetap tersebut tidak dapat ditelusur keberadaannya dan aset tetap sebesar Rp27 milyar tidak dapat diyakini kewajarannya. Rekomendasi yang diberikan adalah merinci aset sebesar Rp27 milyar tersebut dan menelusuri keberadaannya. Pemerintah daerah Kota padang  pada tahun X+1 telah menindaklanjuti temuan tersebut sesuai rekomendasi sehingga berbeda dengan tahun X, pada tahun X+1 untuk akun aset tidak lagi dikecualikan (Kota Padang masih mendapatkan opini WDP, namun pengecualiannya tidak pada akun aset).

  • Rincian aset tetap tidak sesuai dengan nilai aset tetap di neraca.

Pada suatu daerah nilai aset tetapnya di neraca yang dibuat oleh bagian keuangan adalah Rp121 milyar tetapi rincian aset yang ada pada bidang aset menunjukkan nilai aset tetap hanya Rp119 milyar.Atas perbedaan nilai ini tidak ada yang dapat memberikan penjelasan. Selain itu tidak ditemui rincian aset tetap kecuali rincian  aset tetap yang ada pada bidang aset. Hal ini mengakibatkan nilai aset tetap di neraca tidak diyakini kewajarannya.

Pihak inspektorat menyatakan mereka telah melakukan reviu atas laporan keuangan  unaudited (yang belum diaudit)  tersebut dan menyampaikan adanya perbedaan nilai aset tetap antara bagian keuangan yang membuat neraca dengan bidang aset yang membuat rincian aset tetap. Namun ketika perbedaan itu disampaikan kepada bagian keuangan, laporan keuangan yang telah ditandatangani kepala daerah telah diserahkan kepada auditor sehingga belum sempat dilakukan koreksi terhadap laporan keuangan tersebut.

Terhadap kondisi ini, ada dua pandangan dari sisi auditor yang berbeda.Pertama, auditor menganggap laporan keuangan tersebut dibuat terburu-buru.Auditor memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki laporan keuangannya sehingga nilai aset tetapnya dineraca sesuai dengan nilai pada rincian aset tetapnya. Kedua, auditor menganggap laporan keuangan yang telah ditandatangani itu merupakan produk hukum dan kesalahan yang ada pada laporan keuangan tersebut adalah tanggungjawab pemerintah daerah yang bersangkutan sehingga pemerintah daerah tidak perlu diberikan kesempatan untuk memperbaiki laporan keuangannya.

  •  Aset tetap yang terkait dengan unsur fraud.

Aset tetap terkait unsur fraud dapat mempengaruhi penentuan opini laporan keuangan.Misalnya jalan senilai Rp2 milyar yang tercantum di neraca ternyata fiktif. Berarti belanja modal juga fiktif, selain itu mengandung unsur fraud (kecurangan) yang mengakibatkan salah saji terhadap nilai aset tetap dan salah saji terhadap nilai belanja modal yang disajikan lebih tinggi daripada nilai yang seharusnya sehingga berpengaruh terhadap opini laporan keuangan.

  • Aset tetap dari dana blockgrant dan dana BOS belum tercatat.

Kadang aset tetap dari dana blockgrant dan dana BOS belum tercatat dalam KIB dinas pendidikan dan belum tercatat pula di dalam neraca. Mestinya aset tetap yang belum tercatat tersebut dapat dikoreksi melalui jurnal koreksi yang dibuat auditor. Namun perlu waktu untuk mengetahui besarnya nilai aset tetap dari dana blockgrant dan dari dana BOS sehingga kadang tidak sempat dilakukan koreksi terhadap nilai aset tetap pada dinas pendidikan. Hal ini dapat mengakibatkan nilai aset tidak diyakini kewajarannya karena belum memuat aset tetap dari dana blockgrant dan dana BOS.

Sebagai penutup uraian di atas, permasalahan-permasalahan aset tetap yang dimaksud memang dapat mempengaruhi opini. Namun berpengaruh tidaknya permasalahan tersebut terhadap opini tergantung pada ada tidaknya pembatasan lingkup dan salah saji serta tingkat materialitas yang digunakan dan dampaknya terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.

*) Pegawai Negeri Sipil

 

 
Berita Artikel Lainnya