Di Osaka Jepang: Siswa SMA 6 Padang bacakan Deklerasi Asia Pasifik tentang Sustainable Development

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh efim
Jumat, 08 Nopember 2013 11:21:45 Klik: 3217
Klik untuk melihat foto lainnya...

Suara remaja 17-an tahun itu lantang dan tegas melampau batas usianya. Suaranya membahana di auditorium raksasa yang bersi ribuan pengunjung yang umumnya siswa-siswa sekolah menengah Jepang dan perwakilan tujuh negara-negara Asia Pasifik.  Dalam bahasa Inggris yang fasih,  dia bacakan teks tentang pentingnya konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan di negara-negara Asia Pasifik:  Katanya “Kita masyarakat Asia Pasifik mesti saling bantu secara agresif. Kita mesti menghargai alam, keberadaannya sama dengan keberadaan manusia. Kita yang hidup sekarang mesti memikirkan hak generasi yang akan datang. Kita semestinya menerima keunikan individu dan masyarakat di negara-negara Asia Pasifik, menghargai satu sama lain dengan saling mempelajari sejarah dan budayanya”. …..

Semua yang hadir di Auditorium Sakai City Industrial Promotion Center, Osaka Jepang itu terdiam  memperhatikan remaja  yang didampingi oleh tujuh siswa negara-negara Asia Pasifik. Deklerasi merupakan kesimpulan akhir dari Students Forum of UNESCO ASPnet in the Asia Pacific Region 2013, di Osaka  31 Oktober sampai dengan 4 November 2013.

Remaja itu adalah Muhammad Iqbal Nur Alim, siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 6 Padang, sekolah Adiwiyata Mandiri Nasional dan anggota UNESCO Associated School. Bersama 3 temannya Meirosi Cahyani Priyatna, Anggei Viona Seulalae dan Ibnu Hanif Multazam, didampingi guru Dra. Gusnetty dan kepala sekolah Drs. Barlius, MM, hadir di Osaka mewakili Indonesia atas undangan Japanese National Commission for UNESCO.

Keaktifan mereka mengemukakan pendapat dalam konferensi tentang masalah masa kini yaitu kepedulian tentang  keberlanjutan kehidupan di masa depan, mengingatkan kita pada apa yang dilakukan Mohammad Hatta dan kawan-kawan dalam Kongres Demokrasi Internasional Untuk Perdamaian di Bierville, Paris tahun 1926. Saat itu, Hatta bersama kawan-kawannya yang sedang kuliah di Negeri Belanda memimpin delegasi Perhimpunan Indonesia (organisasi pergerakan nasional Indonesia di Negeri Belanda) dalam kongres internasional untuk membangun solidaritas dan kerjasama di antara bangsa-bangsa yang sedang mengalami penjajahan.

Ketertarikan hadirin terhadap utusan Indonesia (baca: siswa SMA 6 Padang) di forum itu tidak hanya pada pambacaan deklerasi di penghujung kegiatan Students Forum.. Tetapi telah berawal dari penampilan performance 4 siswa sekolah yang berlokasi di Mata Air kawasan Selatan Kota Padang itu. Mereka menampilkan tari rantak dengan langkah dan gerakan sangat sempurna dibalut pakaian adat Minang yang terksan mewah serta sunting yang berkilau bak mahkota emas, disorot lampu ruangan yang berwarna-warni. Puput batang padi serta musik carano dan talempong yang mengiringi lenggokan Lala, Ochi, Iqbal dan Ibnu berhasil memukau ribuan pengunjung. Tanpa dikomando, mereka spontan bertepuk tangan bersama-sama mengiringi empat remaja menari bak bidadari dan bidadara itu.

Dalam forum diskusi,  siswa SMA 6 Padang sangat aktif berbicara menyumbangkan pikiran. Bahkan tiga dari empat poin deklerasi merupakan sumbangan pikiran tim SMA 6 Padang. Kecuali itu, tim siswa SMA 6 Padang juga pintar berbahasa Jepang sehingga mudah berkomunikasi dengan siswa-siswa Jepang yang patah-patah berbahasa Inggris.

Pengalaman satu malam  home stay di rumah keluarga Jepang telah makin membangun kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang tinggi antara siswa-siswa kami dengan siswa-siswa Jepang. Mereka sangat dekat seperti kerabat saja. Setiap kali tim siswa SMA 6 Padang datang dan kembali dari tempat kegiatan di Auditorium Sakai City, Osaka, selalu disambut dan dilepas dengan tepuk tangan yang meriah oleh ratusan siswa-siswa Jepang. Apalagi tim siswa SMA 6 Padang di sela-sela kegiatan konferensi juga menyempatkan menggelar pameran sederhana di suatu meja yang memamerkan makanan khas Minangkabau seperti Rendang, Keripik Balado, keripik Pisang, Kipang Beras dan Kipang Kacang serta Kacang Tujin, Juga dipamerkan sekitar wisata Kota Padang melalui penyediaan peta wisata dan Buku Panduan Wisata Kota Padang.

Setelah berkonsentrasi berdiskusi di Sakai City tentang masalah-masalah di masing-masing negara dan bagaimana peluang untuk merumuskan solusi dan menyikapinya yang akhirnya dituangkan dalam empat butir deklerasi siswa-siswa negara-negara Asia Pasifik, akhirnya saat perpisahan datang juga. Siswa-siswa Jepang melepas keberangkatan  delegasi negara-negara peserta menuju Hotel Agora dengan haru. Sambil melambaikan tangan mereka yang putih bersih, bulir-bulir bening  membasahi muka mereka. Mereka seakan tidak rela berpisah dengan sahabat-sahabat yang datang dari pelosok negeri Asia Pasifik itu. Lambaian tangan masih terlihat dari kejauhan meskipun bis yang kami tumpangi telah makin jauh dari mereka.

Keesokan, datanglah hari tanggal 5 November yang enggan ditunggu-tunggu itu. Kami dan tim siswa SMA 6 Padang sebagaimana delegasi negara-negara lainnya mesti berangkat dari Hotel Agora nan megah itu. Puluhan siswa-siswa Jepang mengantar kami ke Bandara Osaka yang berlokasi di tengah laut. Kami tidak boleh mengangkat-angkat koper, semua sudah mereka atur, mereka yang mengangkat semua barang bawaan kami.

Tidak ketinggalan Ptof. Naohiro Ii, koordinator panitia penyelenggara beserta tim juga mengantar kami ke bandara. Di Pintu bandara, kami berangkulan dengan Profesor yang baik hati itu. Siswa-siswa Jepang juga berangkulan dengan siswa-siswa SMA 6 Padang. Mereka sepertinya tidak mau berpisah. Sang Profesor dan siswa-siswa Jepang mengantar kami sampai ke dalam bandara hingga ke pintu chek in keberangkatan. Kami kembali larut dalam keharuan. Siswa-siswa Jepang merangkul erat siswa-siswa SMA 6 Padang. Keharuan dan air mata kembali kelihatan. Kamipun jadi larut. Tanpa disadari mata ini jadi basah karena tidak kuat merasakan dan menyaksikan apa yang dirasakan oleh para remaja yang terlahir dari negeri yang berbeda itu. 

Waktu seakan tidak kenal kompromi, kami antrian bergantian menghadap petugas imigrasi kemudian masuk ke ruangan tunggu keberangkatan. Kami lihat kebelakang, siswa-siswa Jepang bersama Prof. Naohiro tak henti-hentinya melambaikan tangan. Selamat tinggal Osaka, selamat tinggal negeri yang dihuni oleh orang-orang yang taat aturan tetapi sangat sopan terhadap tamu yang datang. Selamat tinggal siswa-siswa Jepang yang baik hati, selamat tinggal Profesor Naohiro Ii yang humanis. Sampai jumpa pada event yang sama tetapi dengan jumlah delegasi negara yang lebih besar lagi, di  Yokohama, November 2014…..  (Barlius,Kepsek SMA 6 Padang)

 
Berita Sekolah Lainnya