Hilangkan Stigma Negatif Terhadap Komite Sekolah

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Kamis, 08 Januari 2009 05:02:57 Klik: 1808

 

Persepsi masyarakat terutama wali murid terhadap komite sekolah sudah harus diubah. Klaim komite sekolah melulu bicara uang atau pitih kalua (biaya keluar) harus ditinggalkan. Rapat komite sekolah penting artinya agar wali murid tidak ketinggalan informasi tentang anak didik dan kebijakan sekolah.

Rapat-rapat komite sekolah biasanya tiga kali setahun. Awal tahun ajaran baru, jelang mid semester dan akhir tahun ajaran. “Rapat komite sekolah jarang diikuti wali murid. Padahal yang dibicarakan sangat penting menyangkut evaluasi belajar anak didik. Jadi tidak membicarakan uang yang akan dipungut sekolah. Persepsi itu yang masih melekat di pikiran masyarakat,” ujar salah seorang ketua komite sekolah, Alwis, menanggapi berita koran ini tentang keluhan wali murid terhadap uang komite.

Alwis yang dipercaya sebagai Ketua Komite di SMAN 9 Padang mengatakan, komitmen komite sekolah terhadap pendidikan tercermin dari kebijakan yang diambil. Kebijakan tersebut lahir melalui rapat-rapat yang digelar bersama wali murid. Kehadiran wali murid secara penuh sangat diharapkan.

Ini pula yang menjadi kendala selama ini, dan mungkin menjadi pangkal stigma (pikiran negatif) terhadap komite sekolah. Di SMA 9 Padang, kebijakan sekolah selalu berorientasi toleransi. Rapat dilaksanakan dengan demokratis. Hanya saja, dalam hal-hal tertentu dan mengingat budaya di Minang, maka hasil rapat masih dapat dikupas lagi dalam pembicaraan lanjutan dengan wali murid tertentu.

“Akan ada wali murid yang secara ekonomi masih berat dengan biaya SPP atau biaya komite yang telah ditetapkan. Itu bisa dibicarakan dengan kita; ketua komite dan kepala sekolah,” kata Alwis didampingi Afrizal (Kepala SMAN 9), Fitri Diah (Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan) dan Wakil Humas M Irsal di Redaksi Padang Ekspres, kemarin.

Biaya SPP atau uang komite untuk siswa kelas I dipungut Rp65 ribu, kelas II Rp60 ribu dan kelas III Rp50 ribu. Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding SMAN lainnya di Kota Padang. Ditambah biaya kursus komputer Rp12 ribu dan uang OSIS Rp3 ribu. Jika ada wali murid yang mengajukan keberatan dengan jumlah itu, pihak sekolah memberi toleransi yang dibicarakan bersama.

“Hanya tiga macam pungutan itu. Dana yang terkumpul digunakan untuk semua kegiatan yang dilakukan sekolah. Ada undangan mengikuti lomba yang harus diikuti siswa, dananya diambilkan dari uang SPP tersebut. Kita tidak beratkan lagi orangtua dengan biaya-biaya untuk kegiatan yang harus diikuti sekolah,” ujar Afrizal.

Fitri Diah menambahkan pihak sekolah memutihkan uang SPP siswa kelas 1 yang belum dibayar. “Padahal siswa itu sudah duduk di kelas II. Siswa itu hanya diminta membayar uang SPP di kelas II saja. Ini salah satu bentuk toleransi dari sekolah. Intinya, kita sangat membuka diri. Namun orangtua masih banyak enggan bersilaturahmi dengan kita,” ujar Fitri.

Sumber: Padang Ekspres/(hsn)
Edisi: Kamis, 8 Januari 2009

 
Berita Berita Terkini Lainnya