Penjaringan Peserta Olimpiade Belum Sampai Pelosok

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Rabu, 17 Desember 2008 04:32:52 Klik: 1672
Klik untuk melihat foto lainnya...

Peran Orangtua dan Pemerintah Sangat Besar

Penjaringan dan pembinaan pelajar untuk berprestasi dalam ajang kompetensi sains internasional di Indonesia belum optimal. Hal ini disebabkan penjaringan yang dilakukan belum merata sampai ke daerah pelosok yang sebenarnya juga memiliki potensi anak-anak genius atau berbakat istimewa.

”Yang dilakukan pemerintah dalam menjaring dan membina anak-anak agar berprestasi dalam olimpiade sains internasional sudah bagus. Meski demikian, penjaringan belum merata hingga ke pelosok sehingga anak-anak berprestasi yang muncul lebih banyak dari perkotaan,” kata Yohanes Surya, Ketua Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia di Jakarta, Selasa (16/12).

Yohanes yang juga Rektor Universitas Multimedia Nusantara ini menjelaskan, untuk menjaring anak-anak berpotensi yang perlu dibina hingga bisa muncul ke permukaan itu perlu dilakukan lewat berbagai cara. Selain olimpiade sains nasional, siswa yang ikut dalam perlombaan yang digelar perguruan tinggi, tes bebas, hingga mencari ke daerah pedalaman juga perlu dilakukan. ”Tinggal terus dicari sistem yang baik dalam penjaringan dan pembinaan,” ujar Yohanes.

Elvira, Koordinator Olimpiade Tingkat SD Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, mengatakan, berdasarkan pengalaman dalam penjaringan, siswa di sekolah atau di daerah pedalaman tidak boleh dipandang sebelah mata. Jika berbagai pihak mau melirik potensi anak-anak daerah yang terkadang minim fasilitas dan layanan pendidikan, justru sering ditemukan ”mutiara” yang tersembunyi.

”Terkadang anak orang tidak mampu dan tinggal di daerah terpencil bisa memiliki kecerdasan yang luar biasa. Anak-anak itu harus ditemukan oleh pemerintah daerah,” ujar Elvira.

Sekitar 2 persen


Diperkirakan jumlah orang berbakat istimewa atau genius mencapai 2 persen dari jumlah total penduduk di suatu negara. Mereka ini harus ditemukan oleh keluarga, guru di sekolah, masyarakat, dan pemerintah karena potensi orang genius berguna bagi negara, tidak sekadar mengharumkan nama negara di ajang olimpiade atau kompetisi internasional. ”Tinggal bagaimana kita membuat sistem yang pas untuk bisa menemukan mereka di mana pun,” kata Yohanes yang juga Ketua Surya Institute.

Pembinaan untuk anak genius agar bisa meraih olimpiade tidak bisa instan. Ary Suryanto, ayah dari Stefano Chiesa Suryanto, misalnya, mengawali keikutsertaan anaknya dalam olimpiade internasional mulai dari kelas IV sekolah dasar. Dia mendapat medali emas dan penghargaan The Best Theory dalam 4th International Mathematic and Science Olympiad for Primary School (IMSO), akhir tahun 2007 dan kembali mendapat emas pada IMSO 2008.

Sumber: kompas.com/ (ELN/INE)
Edisi: Rabu, 17 Desember 2008

 
Berita Berita Terkini Lainnya