Dirjen: Pendidikan Cenderung Cari Nilai Tinggi

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Rabu, 19 Nopember 2008 02:37:54 Klik: 1790
Dirjen: Pendidikan Cenderung Cari Nilai Tinggi
Klik untuk melihat foto lainnya...

Saat ini ada kecenderungan masyarakat maupun sekolah sekadar memacu siswa untuk memiliki kemampuan akademik tinggi tanpa diimbangi pembentukan karakter yang kuat dan cerdas.

Direktur Jenderal PMPTK Depdiknas, Baedhowi di Jakarta, SenIN mengungkapkan, upaya sekolah maupun orang tua agar murid atau anaknya mencapai nilai akademis tinggi sangat kuat, tapi mengabaikan hal-hal yang non akademis.

Menurutnya, tidak jarang orang tua mengirim anaknya mengikuti berbagai pendidikan non formal seperti kursus maupun les privat untuk meningkatkan kemampuan akademis. "Ini tidak salah, namun yang menjadi masalah adalah keinginan untuk memperoleh nilai akademik yang tinggi, masalah non akademik terutama pembentukan karakter, pembentukan kepribadian, sikap, etos kerja dan sejenisnya sering terabaikan," katanya.

Baedhowi menyatakan, saat ini tidak jarang para lulusan termasuk lulusan perguruan tinggi, banyak yang tidak memiliki karakter yang kuat dan cerdas. Selain itu, dikatakan pula bahwa saat ini jumlah pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas seperti yang diharapkan juga terbatas jumlahnya. "Namun kita tidak bisa menilai secara kuantitatif, hanya bisa diukur dengan kualitatif," ujarnya.

Dalam hal ini pihaknya memberikan strategi atau upaya bagaimana membentuk guru yang berkarakter kuat dan cerdas. "Strategi pertama adalah dengan strategi formal yang dilakukan pada saat calon pendidik mengikuti proses pendidikan," katanya.

Ia mencontohkan saat mengikuti pendidikan/kuliah di Program Guru Sekolah Dasar (PGSD), IKIP atau lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).  "Kurikulum dan materi kuliah perlu ditinjau dan dikaji ulang secara periodik untuk meyakinkan apakah 'Character Building' sudah tercakup secara memadai termasuk bagaimana melaksanakannya," tuturnya.

Strategi kedua adalah program tindak lanjut dari strategi pertama yang dilakukan saat lulusan telah menjadi pendidik.  "Prinsip 'once for all' dan 'all in one' sangat tidak cocok dalam membangun karakter. Upaya pembentukan karakter harus dilakukan secara periodik dan berkesinambungan, tidak hanya dilakukan sekali," katanya.

Dikatakannya lagi, pendidikan karakter juga tidak bisa diserap melalui sekedar ceramah, akan tetapi harus berulang-ulang dilakukan. "Misalnya dengan ucapan selamat pagi, selamat siang dan ucapan terima kasih kalau diulang-ulang, bisa menjadi pola sikap seseorang, sehingga bisa dikatakan sebagai karakter dan untuk di sekolah atau di kampus kuncinya adalah tata tertib," demikian Baedhowi.ant/ya

Sumber : Republika edisi Selasa / 18 November 2008

 
Berita Berita Populer Lainnya