Anggaran Pendidikan 20 Persen Berpotensi Dikorup

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Minggu, 21 September 2008 10:03:32 Klik: 2729
Anggaran Pendidikan 20 Persen Berpotensi Dikorup
Klik untuk melihat foto lainnya...
Pemerintah pada tahun anggaran 2009 akhirnya memenuhi amanat Undang-undang Dasar 1945 untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keputusan ini disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Jumat 15 Agustus yang lalu.

Porsi anggaran pendidikan dipatok 20% pada APBN 2009 sesuai konstitusi. Ini berarti mulai tahun depan dana sekitar Rp244 triliun disiapkan untuk sektor pendidikan. Dana amat besar itu tentu saja menggembirakan, tapi sekaligus mengkhawatirkan. Menggembirakan karena untuk kali pertama sektor pendidikan diutamakan dalam proses pembangunan setelah lama diabaikan. Sekaligus mengundang kekhawatiran karena bisa menjadi sumber korupsi.

Pemenuhan porsi anggaran pendidikan sesuai konstitusi itu sekaligus pengakuan dan kesadaran bahwa bangsa ini tidak mau terus tertinggal dari bangsa-bangsa lain dalam persaingan global. Ketertinggalan bangsa ini dalam persaingan dunia terlihat dari rendahnya posisi Human Development Index (HDI) yang dibuat United Nations Development Programme (UNDP). Sejak 2005 hingga sekarang posisi Indonesia tidak beranjak di peringkat 107 dari 177 negara.

HDI merupakan potret tahunan untuk melihat pembangunan manusia di suatu negara. HDI adalah kumpulan dari penilaian tiga kategori, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memang termasuk negara tertinggal. Bandingkan, misalnya, dengan Singapura (25), Brunei Darussalam (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Filipina (90). Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja (131) dan Myanmar (132).

Ketertinggalan itu harus dikejar. Salah satunya melalui penggelontoran dana yang begitu besar di sektor pendidikan. Untuk itulah lembaga kajian Sumatera Barat Intellectual Society SIS melakukan poling melihat pandangan terhadap pemanfaatan dana pendidikan 20 persen dan relevansinya dengan kemajuan pendidikan. Poling dilakukan via telpon yang di tujukan pada responden yang terdiri dari akademisi, tenaga guru dan LSM yang peduli terhadap dunia pendidikan.

Poling tidak dimaksudkan untuk mengeneralisir hasil, hanya melihat pandangan responden terhadap masalah yang akan dikaji. Ternyata, dari 20 responden terpilih yang dianggap mengetahui/peduli pendidikan 85 persen tidak yakin anggaran pendidikan 20 persen bisa membuat pendidikan lebih maju. Hanya 15 persen yang memiliki keyakinan tersebut.

Dari 85 persen yang memberikan pandangan tidak yakin dengan kemajuan pendidikan setelah dibarengi dengan anggaran pendidikan 20 persen, ternyata 70,5 persen beralasan pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan tidak siap dalam mengelola anggaran yang besar tersebut. Selebihnya yakni 29,4 persen responden menyakini akan terjadi kebocoran dalam pengelolaannya.

Bukan tidak berlasan, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dianggap belum mampu mengelola anggaran pendidikan. Sebab, dana 20 persen tersebut tidak diikuti program penggunaan anggaran yang lebih jelas dan terarah.

Pendidikan, tidak hanya membutuhkan sistem yang kuat dan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun program kerja yang mampu mengarahkan penggunaan dana tersebut pada alokasi yang tepat sesuai dengan prioritas pemerintah.

Indikatornya lainnya adalah, penggelontoran dana sebesar Rp244 triliun itu tanpa dibarengi program yang jelas dan terarah. Padahal, Depdiknas dan Departemen Agama termasuk lembaga yang buruk dalam mengelola keuangan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan cap disclaimer kepada departemen itu pada 2007 lalu. Untuk itu, diperlukan kesiapan yang ektra oleh pemerintah dan peran aktif semua stakeholders pendidikan dalam mengawasi penggunaan anggaran tersebut. (adel wahidi/Litbang SIS)

Sumber : Padang Ekspres edisi Minggu / 21 September 2008

 
Berita Berita Populer Lainnya