Gratiskan Buku dan Seragam, Hapus Komersialisasi Pendidikan

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Sabtu, 06 September 2008 04:42:23 Klik: 1413
Gratiskan Buku dan Seragam, Hapus Komersialisasi Pendidikan
Klik untuk melihat foto lainnya...

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) prihatin dengan penurunan citra guru akibat praktik penjualan buku dan seragam di sekolah. PGRI mendesak pemerintah mengalokasikan sebagian anggaran pendidikan untuk menggratiskan buku dan seragam sekolah. Dengan begitu, tidak ada peluang bagi guru melakukan komersialisasi pendidikan.

Ketua Pengurus Besar PGRI Sulistyo mengatakan, pemerintah mewajibkan seluruh siswa mengenakan seragam sekolah. Namun, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran agar siswa memperoleh seragam secara gratis. Akibatnya, sekolah harus memungut uang seragam dari orang tua murid setiap tahun.

”Anggaran pendidikan yang naik Rp40 triliun itu seharusnya untuk kepentingan seperti itu, terutama untuk siswa dari keluarga miskin. Jangan sampai anggaran pendidikan justru berpihak pada birokrasi, pada pejabat, seperti yang terjadi selama ini,” ujarnya setelah audiensi dengan Wapres Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden kemarin (5/9).

Selain seragam, PGRI meminta pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan untuk memberikan satu buku ajar berkualitas bagi setiap siswa. ”Praktiknya, pemerintah tidak menyediakan buku yang baik tepat waktu. Akibatnya, guru terpaksa memfasilitasi pengadaan buku,” katanya. Sulistyo menuturkan, praktik penjualan buku di sekolah bukan hanya kesalahan guru, namun juga tanggung jawab penerbit yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).

Selama ini, para penerbit agresif memasarkan buku dengan menjanjikan persentase hasil penjualan buku kepada guru. ”Kemarin Ikapi sudah kami tegur agar menggunakan sistem pemasaran yang baik agar guru tidak menjadi korban. Guru itu hanya memfasilitasi sepanjang harga buku tidak menjadi lebih mahal,” kilahnya.

Meski telah ada kenaikan gaji PNS dan pemberian sejumlah insentif, Sulistyo menegaskan bahwa kesejahteraan guru belum memadai. Dia mencontohkan, di antara 2,7 juta guru di Indonesia, hanya 250 ribu yang memperoleh tunjangan profesi.

”Menkeu menyebut sudah ada 12 macam tunjangan guru. Seperti tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan daerah terpencil, dan tunjangan khusus. Namun, saya tegaskan, itu baru wacana karena UU Guru dan Dosen belum dilaksanakan karena PP Guru belum ada,” terangnya.

Dalam audiensi tersebut, PGRI dan Wapres sepakat membenahi mutu pendidikan dengan perbaikan kinerja birokrasi pendidikan. ”Beliau (Wapres) menyetujui kepala dinas pendidikan di daerah harus guru yang bersertifikat. Jadi, komitmen pada pendidikan teruji. Tidak boleh lagi kepala dinas pendidikan bekas kepala dinas pasar, bekas kepala dinas kebakaran, atau bekas kepala satpol PP,” jelasnya.

Wapres minta agar PGRI mengawal pelaksanaan APBN, sehingga anggaran pendidikan 20 persen dapat dilaksanakan untuk program pendidikan yang berbasis kualitas dan berpihak kepada rakyat kecil. PGRI juga akan mengawal agar APBD di provinsi/kabupaten mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen. ”Pendidikan yang baik memang mahal, tetapi kemahalannya jangan ditanggung rakyat, terutama rakyat kecil,” tegasnya. (tim jpnn)

Sumber : Padang Ekspres edisi Sabtu / 6 September 2008

 
Berita Berita Terkini Lainnya