Nunggak SPP, Coba Bunuh Diri

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Rabu, 13 Agustus 2008 05:45:17 Klik: 1786
Nunggak SPP, Coba Bunuh Diri
Klik untuk melihat foto lainnya...

Pemerintah boleh membuat berbagai program untuk kemajuan pendidikan, termasuk meringankan biaya pendidikan. Tetapi di tengah kebijakan tersebut berbagai persoalan masih menghimpit orangtua dan siswa, bahkan seorang siswi nyaris tewas bunuh diri karena putus asa tak punya biaya untuk menebus utang di sekolah. Tri Wardani (18), warga RT04/RW02 Kelurahan Gurun Lawas Kecamatan Nanggalo, yang nyaris mengakhiri hidupnya dengan meneguk 10 pil sakit kepala.


Beruntung, usaha tersebut berhasil digagalkan oleh pihak keluarganya, dengan melarikan Tri ke RSUD Kota Padang. Kejadian itu bermula, saat siswi kelas 3 SMA 12 Padang tersebut akan mengambil rapor kenaikan kelas. Sayangnya, akibat tak ada biaya membayar tunggakan uang sekolah antara lain tunggakan SPP.

Tri terpaksa urung mendapatkan rapor dan berakhir pada keengganan Tri meneruskan sekolah, padahal prestasinya cukup gemilang, peringkat empat di kelasnya. ”Saya tidak kuat lagi, karena sejak masuk sekolah, uang sekolah sering menunggak,” ungkap Tri yang masih terbaring lemas di salah satu bangsal RSUD Kota Padang, kemarin. Ia melakukan aksi nekad itu Jumat (8/8), Tri meminum pil sakit kepala, yang dibelinya di warung dekat rumahnya, pukul 15.30 WIB.

Setelah meminum pil, ia masih sempat membantu ibu memasak di dapur, dan menonton televisi. Sebelum akhirnya pingsan, akibat dada sesak dan perut yang terasa panas sekali,” tambah Tri yang didampingi ibunya Nurleli (39).

Tri juga mengaku sempat menolak diajak ke rumah sakit, karena benar-benar ingin mengakhiri hidupnya. Saat detik-detik menjelang pingsan pun Tri sempat meminta maaf pada ibunya, dan merasa kepergiannya bisa mengurangi beban keluarganya. ”Sebenarnya saya ingin membuat keluarga bahagia, tapi kalau pendidikan terputus apa gunanya,” kata Tri berurai air mata.

Tepat pukul 23.00 WIB, Tri baru bisa dibawa ke RSUD, setelah dipaksa kakak sulungnya Rano menumpangi mobil pengangkut sapi. ”Untunglah saat tiba di rumah sakit, Tri masih tertolong. Saya sempat takut karena di atas mobil Tri muntah dan mengeluarkan busa serta serbuk berwarna putih dari mulutnya,” kata Nurleli, yang mengaku sangat terpukul oleh tindakan Tri.

Menurut Nurleli, Tri yang merupakan anak ketiga dari sembilan buah hatinya bersama Masrul (50) tersebut, merupakan anak yang paling ingin sekolah. Bahkan hanya Tri yang mampu mengecap pendidikan hingga SMA. Sementara dua kakaknya Roni dan Heru, serta tiga adiknya Wulan, Nanda, dan Mayang, putus sekolah akibat tak ada biaya.

”Kami hanya mengandalkan penghasilan suami saya yang berprofesi sebagai buruh angkut batu sungai, dengan imbalan sekitar Rp25 ribu/hari,” tandas Nurleli. Tri memang berasal dari keluarga miskin. Dari pantauan Padang Ekspres di lokasi, ia bersama orangtua dan delapan saudaranya masih numpang di rumah neneknya (rumah tua, red).

Memasuki hari kelima perawatan, Tri sebut Nurleli, sudah diberikan infus sebanyak 9 botol. Namun memang, untuk obat yang harus ditebus ke apotik, belum satu pun yang bisa ditebus, karena Nurleli benar-benar tidak punya biaya sepeser pun. ”Makanya, hingga saat ini kondisi Tri masih lemas, dadanya masih sesak, dan perutnya perih. Sebab, mau bagaimana lagi, uang tak ada,” tutur Nurleli.

Keterbatasan ekonomi keluarga Tri ternyata terbukti, ketika koran ini mendatangi rumah mereka. Bahkan Yanti (38) salah seorang tetangga Tri mengaku, untuk air minum saja, Tri dan keluarganya sering meminta air di rumahnya. ”Mereka memang miskin. Tapi saya tidak menyangka Tri senekad itu,” kata Yanti.

Yanti juga berharap, Tri bisa meneruskan sekolahnya, karena sangat disayangkan, jika Tri putus sekolah. Apalagi sekarang dia sudah berada di kelas 3 SMA. ”Kalau tamat SMA, setidaknya Tri bisa menggunakan ijazahnya mencari kerja dan membantu keluarga. Saya hanya berharap ada donatur yang mamu membantu keluarga itu,” pungkas Yanti.

Peristiwa memilukan ini mendapat apresiasi dari Kepala Dinas pendidikan Kota Padang, Nur Amin. Menurutnya, semua itu tak perlu terjadi karena Dinas Pendidikan melalui sekolah-sekolah memberikan kelonggaran bagi siswa miskin, sepanjang bisa menunjukkan syarat dan bukti-bukti.

Kalau ada kendala, atau persoalan yang sama seperti dialami Tri, sebaiknya dikomunikasikan dengan guru kelas, pihak sekolah, komite sekolah atau dinas pendidikan sekalipun. ”Kalau dia sembuh silakan langsung masuk sekolah, saya pikir tak ada masalah. Kita akan upayakan mencari jalan terbaik untuk kelanjutan pendidikan anak-anak kita,” ujarnya. (rahmi amalia)

Sumber : Padang Ekspres edisi Rabu / 13 Agustus 2008

 

 
Berita Berita Terkini Lainnya