70 Persen Kasek Kurang Layak Asal Comot, Lemah Manajerial dan Supervisi

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Selasa, 12 Agustus 2008 05:32:59 Klik: 1498
70 Persen Kasek Kurang Layak Asal Comot, Lemah Manajerial dan Supervisi
Klik untuk melihat foto lainnya...

Perekrutan kepala sekolah (Kasek) yang selama ini berada di tangan bupati/wali kota ternyata menjadi pemicu rendahnya mutu para pemimpin sekolah. Betapa tidak, menurut Depdiknas, lebih dari 70 persen di antara 250 ribu kepala sekolah di seluruh tanah air tercatat memiliki dua sisi kelemahan, yakni manajerial dan supervisi.

Direktur Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Surya Dharma mengungkapkan, kelemahan tersebut terjadi karena penunjukan kepala sekolah di sejumlah daerah dilakukan asal comot. ”Di beberapa daerah, posisi kepala sekolah bergantung bupati/wali kota. Kalau mau menguntungkan secara politik, imbalannya jadi kepala sekolah,” jelasnya di kantor Depdiknas kemarin (11/8). ”Daerah mengabaikan proses perekrutan. Itu disayangkan,” tegasnya.

Menurut dia, seharusnya penunjukan kepala sekolah memperhatikan lima kompetensi sesuai Permendiknas No 13 tahun 2007. Lima kompetensi itu adalah kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Nah, di antara kompetensi tersebut, kepala sekolah paling jelek dalam manajerial dan supervisi. ”Kami mengecek 400 kepala sekolah di seluruh tanah air. Hasilnya, dua hal tersebut sangat buruk,” ujarnya.

Padahal, peran kepala sekolah sangat sentral memajukan lembaga yang dipimpin. Proses pendidikan kepala sekolah juga dianggap remeh oleh daerah. Di beberapa wilayah, pihaknya menemukan pendidikan mulai guru menjadi kepala sekolah paling lama hanya enam hari. ”Bahkan, ada yang beberapa jam saja,” katanya.

Padahal, di beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, seorang kepala sekolah setidaknya harus menjalani diklat lebih dari enam bulan. Mereka juga harus memahami kegiatan industri. Jika tidak segera mengimbangi negara tetangga, pendidikan Indonesia akan tertinggal. Kondisi jeblok selama ini juga terjadi pada kompetensi pengawas sekolah. Mereka juga lemah di bidang supervisi serta akademis. Padahal, pengawas sekolah berperan mengontrol pelaksanaan kurikulum di masing-masing sekolah.

Menurut Surya, kondisi pengawas tersebut jeblok karena posisinya dianggap buangan. ”Di daerah berkembang, kepala sekolah yang sudah tidak layak justru akan menjadi pengawas sekolah,” katanya. Untuk mengatasi hal tersebut, Depdiknas sedang membahas permendiknas yang mengatur perekrutan kepala sekolah. ”Misalnya, mengatur syarat kelayakan sebagai kepala sekolah,” jelasnya. Permendiknas yang sedang digodok tersebut juga menerangkan syarat kepala sekolah harus mengikuti pendidikan khusus selama 300 jam. (tim jpnn)

Sumber : Padang Ekspres, edisi Selasa / 12 Agsustus 2008

 
Berita Berita Terkini Lainnya