Pendidikan Masih Diskriminatif

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Sabtu, 02 Agustus 2008 06:04:10 Klik: 1350
Pendidikan Masih Diskriminatif
Klik untuk melihat foto lainnya...

Masih banyak diskriminasi dalam pendidikan di Indonesia, seolah-olah hanya dipatokkan pada anak-anak yang cerdas dalam satu bidang, misalnya matematika. Mereka yang pintar dalam hal menggambar, bermusik, ataupun mahir dalam olahraga, tidak mendapatkan penilaian bahwa mereka juga adalah anak-anak yang cerdas. Padahal, pada dasarnya semua anak adalah cerdas.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi ketika mengisi acara "SP Dialog" di gedung Suara Pembaruan, Cawang, Jakarta, Kamis, (31/7). Dialog dengan tema "Anak, Masa Depan Bangsa" itu juga dihadiri psikolog Tika Bisono yang mengangkat masalah kemandirian anak.

Seto mengemukakan, diskriminasi yang terjadi di negeri ini selain yang telah disebutkan sebelumnya, adalah diskriminasi gaya belajar anak. Menurutnya, setiap anak memiliki cara masing-masing dalam menyerap pelajaran yang diberikan, khususnya di sekolah. Pendidikan di Indonesia, katanya, masih menilai anak yang baik adalah anak yang belajar dengan tenang dan diam mendengarkan guru.

Seto mengatakan, perlakuan-perlakuan negatif oleh pihak sekolah seringkali ditemukan. Mereka tidak memahami gaya-gaya belajar siswa serta salah memberikan penilaian terhadap anak yang cerdas. Dia mengingatkan bahwa setiap anak adalah unik, otentik, dan tidak dapat dibandingkan satu dengan yang lain.

"Padatnya kurikulum menjadikan sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan untuk belajar. Sekarang, siswa ke sekolah bukan lagi membawa tas, melainkan membawa ransel yang penuh dengan buku-buku teks tebal. Phobia terhadap sekolah kini semakin mudah terjadi pada anak-anak. Mereka kerap mencari-cari alasan untuk menghindar dari sekolah," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto itu.

Ia menekankan, kegiatan belajar-mengajar sesungguhnya tidak harus selalu di sekolah dan tidak boleh terbatas dengan ruang. Seto menyarankan untuk mengaitkan suasana belajar dengan sesuatu yang menyenangkan agar anak-anak dapat menyerap ilmu dengan semangat dan ceria.

Guru-guru di sekolah pun harus mengerti bagaimana memperlakukan murid-murid dan mampu menjadi idola para siswa di kelas melebihi mereka mengidolakan artis.

 

Peran Orangtua

Sementara itu, Tika Bisono juga menekankan bahwa peran orangtua yang aktif membimbing sangatlah penting untuk mengembangkan prestasi anak-anak serta memajukan pendidikan di Indonesia.

Masalahnya, kata Tika, situasi yang berlaku sekarang, tidak banyak orangtua yang mampu menjadi contoh yang baik untuk anak-anak. Anak kehilangan motivasi belajar, karena orangtua mereka yang sibuk dengan pekerjaan, dan lebih memilih mempekerjakan seorang pengasuh untuk mengurus anak-anak mereka. [WWH/S-26]

Sumber : Suara Pembaharuan, edisi 31 Juli 2008

 
Berita Berita Populer Lainnya